Amarasi diambil berdasarkan nama kecamatan di kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur yang merupakan bekas kerajaan sehingga mempunyai warisan kekayaan budaya yang masih terpelihara baik. Salah satu manifestasi tradisi kebudayaan asli Amarasi yang dipertahankan hingga saat ini adalah dalam hal tata cara berpakaian khususnya dalam menghadapi pesta – pesta adat.
Wanita Amarasi memakai dua lembar tenunan sebagai penutup badan. Pertama adalah tais atau tarunat yang dipasang setinggi dada hingga mata kaki. Corak-coraknya berwarna meriah paduan jingga, kuning, putih, dan biru tua dalam lajur bergaris sempit yang dipadukan dengan corak-corak ikat putih berlatar hitam atau biru tua.
Lembar kedua adalah selempang yang terikat di depan dada berbentuk huruf V dengan kedua ujungnya terletak di kedua bahu bagian belakang. Pada kepala terdapat seperangkat perhiasan dari logam kuning di dahi yang berbentuk bulan sabit, berukiran, dan terkenal dengan istilah pato eban.
Hakikat pemakaian busana dan perhiasan pelengkapnya di Nusa Tenggara Timur erat kaitannya dengan berbagai kefungsiannya dalam peri kehidupan penyandangnya. Corak atau motif tenunan menunjuk pada status social juga menyatakan kemampuan ekonomi. Emas, perak, gading, dan manik-manik sangat dihargai dan bernilai tinggi baik sebagai citra kehormatan diri maupun dalam konteks hubungan sosial kekeluargaan.